
Jakarta, 12 Oktober 2025 – lpkri.com —Lembaga Perlindungan Konsumen Republik Indonesia (LPK-RI) menemukan indikasi kuat adanya peran aktif para leader dalam memperluas jaringan investasi Econext Ventures, yang kini tengah disorot akibat dugaan beroperasi tanpa izin resmi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Dari hasil analisis dan laporan pengaduan konsumen yang masuk ke Posko Pengaduan Nasional LPK-RI dari berbagai daerah, antara lain Jakarta,Subang, Surabaya, Makassar, Madura, Bogor, Cianjur, Jambi, dan Riau terungkap bahwa sistem perekrutan investor berjalan secara berantai dan terorganisir melalui peran para leader di lapangan.
Para leader disebut berperan bukan hanya sebagai penghubung antara pengelola dan investor dari masyarakat, tetapi juga sebagai motor utama penyebaran program investasi. Mereka menawarkan keuntungan tetap sebesar 1% per hari kepada calon investor (member), serta menerima komisi antara 1% hingga 8% dari total dana yang berhasil mereka tarik melalui perekrutan anggota baru. Beberapa leader bahkan mendapat bonus tambahan ketika jaringannya berkembang.
Ketua Umum LPK-RI, Fais Adam, menjelaskan bahwa pola perekrutan seperti ini memiliki kesamaan dengan sistem yang dikenal sebagai skema piramida, yang secara tegas dilarang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.
“Kami melihat adanya sistem komisi berlapis yang bersumber dari dana investor baru. Ini bukan sekadar kegiatan promosi biasa, tetapi sudah masuk pola distribusi tidak sehat yang berisiko tinggi merugikan masyarakat,” ujar Fais Adam di Jakarta.
Fais menegaskan, jika kegiatan tersebut terbukti menghimpun dana masyarakat tanpa izin, maka peran para leader tidak bisa dianggap pasif.
“Leader yang aktif mengajak, menjanjikan keuntungan, dan menerima komisi dari hasil perekrutan, secara hukum tetap memiliki tanggung jawab. Prinsipnya, siapa pun yang menikmati hasil dari kegiatan ilegal, turut memikul pertanggungjawaban,” tegasnya.
Menurut analisis hukum LPK-RI, tindakan tersebut berpotensi melanggar beberapa ketentuan pidana, antara lain:
Pasal 378 KUHP tentang Penipuan, jika dalam proses perekrutan terdapat janji palsu atau informasi menyesatkan mengenai keuntungan investasi.
Pasal 105 jo. Pasal 9 UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, jika sistem yang dijalankan terbukti menyerupai skema piramida, dengan ancaman pidana penjara hingga 10 tahun dan/atau denda maksimal Rp10 miliar.
Pasal 30 UU No. 21 Tahun 2011 tentang OJK, terkait kegiatan penghimpunan dana masyarakat tanpa izin, dengan ancaman pidana penjara hingga 6 tahun dan denda maksimal Rp15 miliar.
Fais Adam menambahkan, sebagian leader yang sudah menerima komisi atau keuntungan dari hasil perekrutan juga dapat terindikasi melanggar ketentuan Undang-Undang Perlindungan Konsumen serta berpotensi tersangkut Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) apabila dana hasil komisi disamarkan.
“Kami tidak menuduh secara langsung, namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa banyak leader berperan aktif mengelola jaringan dan mengedarkan narasi imbal hasil tetap. Ini berpotensi menjadi bagian dari sistem investasi ilegal yang terstruktur,” jelasnya.
Saat ini, LPK-RI telah menerima sejumlah bukti dan keterangan dari korban, termasuk bukti transfer ke rekening pribadi leader maupun rekening resmi PT. Econext Ventures Indonesia .
“Kami akan menyerahkan hasil analisa ini kepada aparat penegak hukum agar dapat dilakukan penyelidikan menyeluruh, termasuk menelusuri aliran dana dan struktur peran di dalamnya,” lanjut Fais.
Saat ini, LPK-RI telah membuka Posko Pengaduan Nasional untuk menghimpun laporan para korban dari berbagai wilayah Indonesia. Upaya ini merupakan bagian dari langkah advokasi hukum bagi masyarakat yang dirugikan akibat kegiatan investasi tanpa izin tersebut.
“LPK-RI akan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum, termasuk OJK dan Bareskrim Polri, untuk memastikan semua pihak yang terlibat dalam operasional Econext Ventures ,baik penanggung jawab utama Econext Ventures , Direktur PT. Econext Ventures Indonesia, maupun para leader , dapat memberikan klarifikasi dan dimintai pertanggungjawaban sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” tutup Fais Adam.