
Oleh: Fais Adam
Ketua Umum LPK-RI
Dalam situasi perekonomian yang penuh ketidakpastian, banyak masyarakat, khususnya para pelaku usaha kecil dan menengah, menghadapi kesulitan dalam memenuhi kewajiban kredit mereka kepada bank. Dalam konteks inilah, penting untuk mengingat bahwa restrukturisasi kredit bukanlah kemurahan hati bank, melainkan merupakan kewajiban hukum yang harus dijalankan oleh perbankan nasional.
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, Pasal 1 ayat (25) secara tegas menyatakan bahwa:
“Restrukturisasi kredit adalah upaya perbaikan yang wajib dilakukan oleh bank dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajibannya.”
Kata kunci di sini adalah “wajib”. Artinya, bank tidak memiliki pilihan untuk menolak atau mengabaikan permohonan restrukturisasi yang diajukan oleh debitur yang memang sedang mengalami kesulitan. Kewajiban ini bukan sekadar norma etika, tetapi merupakan instrumen hukum yang mengikat.
Bank diberikan keleluasaan untuk memilih skema restrukturisasi yang paling tepat, antara lain:
- Penurunan suku bunga kredit, agar beban cicilan debitur menjadi lebih ringan dan proporsional terhadap kemampuan bayar.
- Perpanjangan jangka waktu kredit, untuk memberikan kelonggaran waktu dalam menyelesaikan kewajiban.
- Pengurangan tunggakan bunga kredit, sebagai bentuk keringanan terhadap beban bunga yang menumpuk.
- Pengurangan tunggakan pokok kredit, guna meringankan beban utang secara langsung.
- Penambahan fasilitas kredit, untuk menjaga keberlangsungan usaha debitur yang potensial bangkit.
- Konversi kredit menjadi penyertaan modal, sebagai solusi alternatif apabila bisnis debitur memiliki prospek jangka panjang.
Langkah-langkah tersebut harus dilakukan dengan prinsip kehati-hatian dan tetap mengedepankan perlindungan terhadap hak-hak konsumen jasa keuangan.
LPK-RI melihat bahwa masih banyak masyarakat yang belum mengetahui hak-haknya dalam hal restrukturisasi kredit. Bahkan tak jarang, ada bank yang dengan sengaja menolak pengajuan restrukturisasi tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Hal ini tentu merupakan pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku.
Sebagai lembaga perlindungan konsumen, kami mengimbau agar:
- Setiap bank menghormati dan menjalankan kewajibannya sesuai ketentuan Bank Indonesia.
- Para debitur yang mengalami kesulitan untuk tidak ragu mengajukan permohonan restrukturisasi secara tertulis.
- Masyarakat segera melapor/mengadu ke LPK-RI jika menemukan adanya penolakan yang tidak wajar dari pihak bank, atau praktik intimidatif seperti penagihan sepihak oleh debt collector tanpa dasar hukum.
Restrukturisasi kredit tidak hanya melindungi debitur, tetapi juga membantu menjaga stabilitas sistem perbankan itu sendiri. Ketika masyarakat diberi ruang untuk pulih, maka potensi kredit macet bisa ditekan, dan ekonomi nasional pun dapat bergerak ke arah pemulihan.
LPK-RI akan terus berkomitmen mengawal hak-hak konsumen jasa keuangan, serta memastikan bahwa lembaga keuangan tidak menyalahgunakan posisinya dalam relasi dengan nasabah.
Ingatlah, restrukturisasi kredit adalah hak Anda sebagai konsumen, dan kewajiban bank sebagai penyedia layanan keuangan.