
Oleh: M. Fais Adam
Ketua Umum LPK-RI
Menjelang Lebaran 2025, banyak konsumen yang tergoda dengan berbagai penawaran diskon besar-besaran yang ditawarkan oleh para pelaku usaha. Namun, perlu diwaspadai bahwa tidak semua diskon yang diberikan adalah diskon yang sebenarnya. Fenomena diskon palsu sering kali terjadi, di mana penjual menaikkan harga barang terlebih dahulu sebelum memberikan diskon, sehingga seolah-olah harga barang menjadi lebih murah dari harga aslinya. Padahal, ini hanyalah trik pemasaran yang menyesatkan dan merugikan konsumen.
Apa Itu Diskon Palsu?
Diskon palsu adalah strategi manipulatif yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan menaikkan harga barang sebelum memberikan diskon. Dengan demikian, konsumen merasa mendapatkan harga yang lebih murah, padahal harga tersebut sebenarnya tidak jauh berbeda atau bahkan lebih mahal dari harga normalnya. Ini merupakan bentuk praktik perdagangan yang tidak jujur dan dapat dikategorikan sebagai penipuan konsumen.
Salah satu contoh nyata diskon palsu dapat ditemukan dalam industri pakaian. Misalnya, sebuah toko pakaian menjual jaket dengan harga Rp500.000 sebelum musim Lebaran. Menjelang periode diskon, harga jaket tersebut dinaikkan menjadi Rp750.000, lalu toko tersebut memberikan diskon sebesar 40%, sehingga harga akhirnya menjadi Rp450.000. Konsumen yang tidak mengetahui harga awal merasa mendapatkan penawaran yang menarik, padahal harga tersebut sebenarnya hanya sedikit lebih murah dari harga awal atau bahkan sama saja jika sebelumnya ada promo lain yang lebih menguntungkan.
Pelanggaran Terhadap Undang-Undang Perlindungan Konsumen
Praktik diskon palsu ini jelas melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, khususnya:
Pasal 9 Ayat 1, yang menyatakan bahwa “Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah”. Huruf a menyebutkan bahwa “Barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu”.
Pasal 10, yang melarang pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa dengan cara memberikan informasi yang tidak benar atau menyesatkan, terutama mengenai: Huruf a menyatakan larangan memberikan informasi yang tidak benar mengenai “Harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa”.
Pemerintah dan instansi terkait harus lebih proaktif dalam mengawasi praktik perdagangan yang tidak jujur ini. Sanksi tegas harus diberikan kepada pelaku usaha yang terbukti melakukan diskon palsu sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Selain itu, edukasi kepada konsumen juga harus terus dilakukan agar mereka lebih cerdas dalam berbelanja dan tidak mudah tertipu dengan strategi pemasaran yang menyesatkan.
Lembaga Perlindungan Konsumen Republik Indonesia (LPK-RI) akan terus mengawasi praktik perdagangan yang tidak jujur, termasuk jebakan diskon palsu. Ini merupakan salah satu tugas utama LPK-RI dalam memastikan hak-hak konsumen terlindungi dan menciptakan lingkungan perdagangan yang adil dan transparan.
Sanksi Pidana bagi Pelaku Diskon Palsu
Bagi pelaku usaha yang terbukti melakukan praktik diskon palsu, dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen, antara lain:
Pasal 61, yang menyatakan bahwa “Penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya.”
Pasal 62 Ayat 1, yang menyebutkan bahwa “Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2), dan Pasal 18, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).”
Pasal 63, yang menyebutkan bahwa terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62, dapat dikenakan hukuman tambahan berupa: a. Perampasan barang tertentu; b. Pengumuman keputusan hakim; c. Pembayaran ganti rugi; d. Perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen; e. Kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau f. Pencabutan izin usaha.
Sebagai konsumen, kita harus lebih kritis dan teliti dalam menghadapi berbagai penawaran diskon, terutama menjelang momen besar seperti Lebaran. Jangan sampai niat untuk berhemat malah berujung pada pemborosan akibat jebakan diskon palsu.