
Kediri, lpkri.com-28 Juli 2025- Lembaga Perlindungan Konsumen Republik Indonesia (LPK-RI) Cabang Kediri menerima pengaduan dari Ibu Nurul Ismiwati, istri dari almarhum Bapak Ariaji, terkait permasalahan pembiayaan yang dilakukan almarhum kepada Koperasi Simpan Pinjam (Syariah) Karya Bhakti Kediri.
Dalam pengaduannya, Ibu Nurul menyampaikan bahwa almarhum suaminya pernah mengajukan pembiayaan sebesar Rp 45.000.000 pada tanggal 8 Maret 2018, dengan agunan berupa Sertifikat Hak Milik (SHM). Semasa hidup, almarhum telah membayar angsuran sebanyak 14 kali, masing-masing sebesar Rp 1.250.000, yang mencerminkan itikad baik dan komitmen terhadap kewajiban pembiayaan. Namun, setelah almarhum meninggal dunia pada tahun 2019, tidak ada kejelasan terkait penyelesaian kewajiban pembiayaan maupun pengembalian agunan.
Ketua LPK-RI Cabang Kediri, Endras David Sandri, telah melakukan klarifikasi langsung ke Koperasi Syariah Karya Bhakti. Dalam pertemuan tersebut, pihak koperasi menyampaikan bahwa untuk dapat mengambil kembali agunan berupa SHM, Ibu Nurul Ismiwati diwajibkan melunasi tagihan sebesar Rp 205.026.000, yang dirinci sebagai berikut:
Pokok: Rp 30.000.000
Jasa: Rp 50.625.000
Biaya keterlambatan: Rp 124.401.000
Menanggapi hal tersebut, LPK-RI Cabang Kediri telah berkoordinasi dengan DPP LPK-RI dan pada tanggal 28 Juli 2025 menyampaikan surat klarifikasi resmi kepada pihak koperasi, guna meminta penjelasan serta dokumen pendukung terkait hal-hal berikut:
Status keanggotaan almarhum Bapak Ariaji di Koperasi Karya Bhakti, sesuai Pasal 30 Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 yang menyatakan bahwa pembiayaan hanya dapat diberikan kepada anggota koperasi;
Salinan akad pembiayaan syariah dan rincian perhitungan jasa dan denda keterlambatan, khususnya setelah debitur meninggal dunia;
Apakah pembiayaan tersebut dilindungi oleh asuransi jiwa syariah? ;
Keterangan apakah Ibu Nurul Ismiwati pernah diminta menandatangani sebagai penjamin (kafil) atau debitur bersama;
Dasar hukum dan administratif atas penahanan agunan atas nama almarhum;
Salinan hasil Rapat Anggota Tahunan (RAT) atau keputusan resmi koperasi yang mendasari kebijakan pengenaan jasa dan denda keterlambatan, sebagaimana tertuang dalam rincian tagihan di atas, Hal ini penting untuk memastikan bahwa kebijakan koperasi bersifat transparan dan telah disetujui oleh anggota koperasi sesuai asas demokrasi koperasi.
LPK-RI menegaskan bahwa berdasarkan prinsip hukum koperasi, prinsip syariah, dan perlindungan konsumen:
Pemberian pembiayaan kepada non-anggota merupakan pelanggaran hukum koperasi;
Pengenaan jasa dan denda yang berlipat ganda dari nilai pokok pinjaman patut diduga sebagai perbuatan melawan hukum;
Penahanan agunan tanpa dasar hukum yang sah dapat menimbulkan konsekuensi hukum, baik secara perdata maupun pidana.
Apabila dalam waktu 7 (tujuh) hari sejak surat diterima tidak ada tanggapan atau penjelasan dari pihak koperasi, maka LPK-RI akan mempertimbangkan untuk menyampaikan pengaduan resmi kepada instansi yang berwenang, antara lain:
Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Kediri
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) / Satgas Waspada Investasi Wilayah Kabupaten Kediri
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Kediri
Instansi terkait lainnya sesuai kewenangan
Selain itu, LPK-RI tidak menutup kemungkinan untuk menempuh jalur hukum lebih lanjut, termasuk pengajuan gugatan perdata ke pengadilan guna memastikan hak-hak konsumen dan ahli waris terlindungi secara adil dan sah menurut hukum.
LPK-RI Cabang Kediri menegaskan komitmennya untuk terus mengawal pengaduan ini hingga tuntas, sebagai bentuk perlindungan terhadap konsumen, termasuk mereka yang menjadi pengguna layanan pembiayaan dari lembaga keuangan berbasis koperasi maupun syariah.