
Surabaya,lpkri.com-05 April 2025-Dalam beberapa waktu terakhir, LPK-RI menerima banyak pengaduan dari konsumen mengenai praktik penagihan kredit yang meresahkan dan cenderung melanggar hak-hak konsumen. Banyak masyarakat mengaku mendapat perlakuan intimidatif dari penagih, baik dari perusahaan pembiayaan (leasing), koperasi, maupun perbankan. Padahal, tata cara penagihan kredit kepada konsumen telah diatur secara tegas oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Peraturan OJK Nomor 22 Tahun 2023 tentang Pelindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan.
Pasal 62 dari POJK tersebut menegaskan beberapa poin penting yang WAJIB dipatuhi oleh Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK), antara lain:
- PUJK wajib memastikan penagihan kredit dilakukan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat dan sesuai ketentuan hukum.
- Dalam praktiknya, penagihan tidak boleh dilakukan dengan cara yang mengintimidasi, mempermalukan, atau melibatkan kekerasan, baik fisik maupun verbal. Penagihan juga tidak boleh dilakukan kepada pihak selain konsumen yang bersangkutan. Artinya, menagih ke tetangga, teman kantor, atau keluarga yang tidak terlibat langsung, jelas merupakan pelanggaran hukum.
- Penagihan harus dilakukan di tempat alamat penagihan atau domisili konsumen, bukan di tempat umum, pinggir jalan, apalagi di media sosial.
- Waktu penagihan juga telah diatur: hanya boleh dilakukan hari Senin sampai Sabtu, pukul 08.00 hingga 20.00 waktu setempat. Hari libur nasional harus dihormati. Di luar waktu dan tempat tersebut, penagihan hanya boleh dilakukan apabila ada persetujuan atau perjanjian sebelumnya dengan konsumen.
Adapun Sanki Bagi Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) yang melanggar ketentuan dalam Pasal 62 ayat (1) dan/atau ayat (2), OJK memberikan sanksi administratif, berupa:
a. Peringatan tertulis;
b. Pembatasan produk dan/atau layanan dan/atau kegiatan usaha untuk sebagian atau seluruhnya;
c. Pembekuan produk dan/atau layanan dan/atau kegiatan usaha untuk sebagian atau seluruhnya;
d. Pemberhentian pengurus;
e. Denda administratif;
f. Pencabutan izin produk dan/atau layanan; dan/atau
g. Pencabutan izin usaha.
Sanksi pada huruf b sampai g dapat dikenakan dengan atau tanpa didahului sanksi peringatan tertulis. Bahkan, denda administratif dapat dikenakan hingga sebesar Rp.15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
Kami di LPK-RI menegaskan bahwa konsumen memiliki hak yang dilindungi secara hukum. Setiap bentuk pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum dan konsumen berhak menempuh jalur hukum, baik secara pidana maupun perdata.
Kami juga mengingatkan kepada seluruh pelaku usaha jasa keuangan, baik bank, koperasi, maupun perusahaan leasing: Patuhilah ketentuan hukum yang berlaku. Hentikan segala bentuk penagihan yang melanggar etika dan hukum. Jangan jadikan konsumen sebagai sasaran tekanan, karena mereka juga memiliki martabat dan hak hukum yang sama.
LPK-RI akan terus mengawal dan melindungi konsumen dari praktik tidak adil dan merugikan. Kami mengajak konsumen untuk berani mengadu/melapor jika mengalami intimidasi atau penagihan yang tidak sesuai dengan ketentuan POJK 22/2023.
Konsumen dapat menyampaikan aduan langsung ke kantor LPK-RI terdekat atau melalui website resmi kami di www.lpkri.com
Setiap aduan akan kami tindaklanjuti secara profesional dan bertanggung jawab.
Salam Perlindungan Konsumen,
Fais Adam
Ketua Umum LPK-RI
(Lembaga Perlindungan Konsumen Republik Indonesia)
Mohon ijin….jika ada konsumen minta pembelaan,tp mereka tak mampu,bahkan buat makan aja msh cari2/kerja sekarang buat makan besok…..selanjutnya,apa tindakan /bantuan hukum yg akan di berikan kpd klien tersebut. ..???!!thanks ..