
Surabaya-lpkri.com-26 Juni 2025-Lembaga Perlindungan Konsumen Republik Indonesia (LPK-RI) kembali mengingatkan masyarakat dan pelaku usaha terkait pentingnya Sertifikat Laik Fungsi (SLF) sebagai syarat wajib sebelum suatu bangunan dapat digunakan, dihuni, disewakan, atau diperjualbelikan. SLF dinilai sebagai instrumen utama yang menjamin keamanan dan keselamatan pengguna bangunan sesuai standar teknis yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Ketua Umum LPK-RI, Fais Adam, menegaskan bahwa tidak sedikit bangunan komersial dan publik yang saat ini beroperasi tanpa SLF, mulai dari pertokoan, supermarket, klinik hingga hunian bertingkat. Kondisi tersebut, menurutnya, sangat mengancam keselamatan konsumen dan merupakan bentuk pengabaian terhadap hak dasar masyarakat sebagai pengguna jasa.
“SLF bukan hanya syarat administratif, tapi jaminan bahwa bangunan itu aman dan layak secara teknis. Tanpa SLF, bangunan tidak boleh digunakan, karena berisiko mencelakakan konsumen,” tegas Fais Adam dalam pernyataan resminya, Rabu (26/6).
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa SLF diatur secara tegas dalam sejumlah regulasi penting, antara lain:
- UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dalam Pasal 24 : Setiap bangunan hanya boleh digunakan setelah memperoleh SLF.
- PP No. 36 Tahun 2005 tentang Pelaksanaan UU 28/2002 dalam Pasal 55–58 : SLF wajib diperoleh setelah pemeriksaan kelaikan teknis.
- Permen PUPR No. 27/PRT/M/2018 tentang SLF dalam Pasal 3 : SLF wajib dimiliki bangunan yang telah selesai dibangun dan memiliki IMB.
- UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) dalam Pasal 4 : Konsumen berhak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dan Pasal 8 : Pelaku usaha dilarang menyediakan barang/jasa yang tidak sesuai ketentuan hukum atau standar keselamatan.
Melalui regulasi tersebut, setiap bangunan wajib melalui proses pemeriksaan teknis dan administratif oleh instansi berwenang sebelum dinyatakan laik fungsi. Bangunan yang tidak memiliki SLF, secara hukum, tidak boleh digunakan dan berpotensi dikenakan sanksi administratif seperti denda, teguran tertulis, hingga penyegelan oleh pemerintah daerah.
LPK-RI saat ini sedang menggalakkan pengawasan di tingkat daerah melalui DPC-DPC yang tersebar di seluruh Indonesia. Langkah konkret dilakukan dalam bentuk pendataan lapangan, pengiriman surat klarifikasi kepada pemilik bangunan, dan edukasi publik terkait bahaya penggunaan bangunan tanpa SLF.
Beberapa jenis bangunan yang wajib memiliki SLF antara lain:
- Gedung supermarket dan toko swalayan
- Ruko dan kantor usaha
- Klinik dan rumah sakit
- Apartemen dan rumah susun
- Sekolah, kampus, serta tempat ibadah besar
- Bangunan gudang dan industry
Fais Adam menegaskan bahwa dalam waktu dekat, LPK-RI akan memperkuat kerja sama dengan pemerintah daerah dan instansi teknis seperti Dinas PUPR, Satpol PP, dan Cipta Karya, untuk memastikan bahwa seluruh bangunan yang digunakan publik telah sesuai ketentuan.
“Ke depan, kita akan dorong penerapan standar pengawasan SLF sebagai bagian dari hak konsumen atas keselamatan. Ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tapi juga lembaga perlindungan konsumen dan masyarakat luas,” tutupnya.