
Oleh: M. Fais Adam, Ketua Umum LPK-RI
Surabaya, lpkri.com, 16 Maret 2025-Perlindungan terhadap hak-hak konsumen merupakan aspek fundamental dalam menciptakan keseimbangan antara pelaku usaha dan masyarakat sebagai konsumen. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen telah mengatur berbagai ketentuan yang bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum kepada konsumen dari praktik-praktik usaha yang merugikan. Salah satu aspek penting dalam undang-undang ini adalah ketentuan mengenai perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 8.
Larangan bagi Pelaku Usaha dalam Memproduksi dan/atau Memperdagangkan Barang dan/atau Jasa
Pasal 8 ayat (1) mengatur bahwa pelaku usaha dilarang untuk memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:
- Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, serta jumlah dalam hitungan sebagaimana dinyatakan dalam label atau etiket barang.
- Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya.
- Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan, atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket, atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut.
- Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut.
- Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan, atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut.
- Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu.
- Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label.
- Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat informasi terkait nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha, serta keterangan lain yang menurut ketentuan harus dipasang atau dibuat.
- Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Selain itu, Pasal 8 ayat (2) melarang pelaku usaha untuk memperdagangkan barang yang rusak, cacat, bekas, atau tercemar tanpa memberikan informasi yang lengkap dan benar mengenai kondisi barang tersebut kepada konsumen. Sementara dalam ayat (3), secara khusus dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat, bekas, atau tercemar, baik dengan atau tanpa pemberian informasi.
Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan tersebut, Pasal 8 ayat (4) menegaskan bahwa pelaku usaha yang melanggar wajib menarik barang dan/atau jasa yang telah diperdagangkan dari peredaran. Hal ini merupakan langkah tegas untuk mencegah dampak negatif bagi konsumen akibat penggunaan barang atau jasa yang tidak memenuhi standar keamanan, kesehatan, dan kualitas.
Sanksi bagi Pelaku Usaha yang Melanggar
Dalam rangka memberikan efek jera kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran, Pasal 62 ayat (1) menetapkan sanksi bagi pelanggar ketentuan dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, b, c, e, ayat (2), dan Pasal 18. Sanksinya berupa pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Undang-Undang Perlindungan Konsumen memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat dengan mengatur berbagai larangan bagi pelaku usaha dalam memproduksi dan memperdagangkan barang dan/atau jasa. Dengan adanya regulasi ini, diharapkan para pelaku usaha dapat lebih bertanggung jawab dalam menjalankan aktivitas bisnisnya dan memastikan bahwa produk yang mereka tawarkan telah memenuhi standar yang berlaku. Sebagai konsumen, kita juga harus lebih cermat dalam memilih produk yang digunakan agar terhindar dari kerugian akibat pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab.
Demikian bagian pertama dari pembahasan ini. Selanjutnya, kita akan membahas lebih lanjut mengenai hak-hak konsumen serta mekanisme perlindungan yang dapat dilakukan jika terjadi pelanggaran oleh pelaku usaha.