
Oleh: Fais Adam
Ketua Umum LPK-RI
Perlindungan Konsumen Pemakai Jasa Pendidikan
Pendidikan adalah hak dasar setiap warga negara, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Namun, dalam praktiknya, masih banyak ditemukan berbagai bentuk pungutan liar (pungli) yang membebani konsumen pemakai jasa pendidikan, yaitu para murid serta orang tua atau wali murid. Fenomena ini sangat merugikan masyarakat dan bertentangan dengan prinsip pendidikan yang berkualitas, transparan, dan akuntabel.
Sebagai konsumen jasa pendidikan, murid dan orang tua memiliki hak untuk mendapatkan layanan pendidikan yang bebas dari pungli. Lembaga pendidikan harus memastikan transparansi dalam pengelolaan keuangan dan tidak membebani peserta didik dengan pungutan yang tidak sah. Oleh karena itu, orang tua dan wali murid perlu memahami dan waspada terhadap berbagai bentuk pungutan liar yang sering terjadi di lingkungan sekolah.
LPK-RI sebagai lembaga yang berperan dalam perlindungan hak-hak konsumen, akan turut serta secara aktif dalam mengawasi dan menindaklanjuti praktik pungutan liar (pungli) di lingkungan sekolah.
Para murid, sebagai konsumen pengguna jasa pendidikan, memiliki hak untuk mendapatkan layanan pendidikan yang transparan, adil, dan bebas dari segala bentuk pungutan yang tidak sah. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, setiap konsumen berhak atas kenyamanan, keamanan, serta perlindungan dari praktik yang merugikan. Oleh karena itu, segala bentuk pungutan yang tidak sesuai dengan ketentuan harus ditindak agar tidak membebani orang tua murid serta menjaga integritas dunia pendidikan.

Pendidikan yang Bersih dan Bebas Pungutan Liar (Pungli)
Sebagai orang tua atau wali murid, sangat penting untuk mengetahui dan memahami jenis-jenis pungutan liar yang sering terjadi di lingkungan sekolah. Berikut ini adalah 47 bentuk pungutan liar yang sering terjadi:
- Uang pendaftaran masuk
- Uang komite
- Uang OSIS
- Uang ekstrakurikuler
- Uang ujian
- Uang daftar ulang
- Uang study tour
- Uang les tambahan
- Uang buku ajar
- Uang paguyuban
- Uang syukuran
- Uang infak
- Uang fotokopi
- Uang perpustakaan
- Uang bangunan
- Uang LKS
- Uang buku paket
- Uang bantuan insidental
- Uang foto
- Uang perpisahan
- Uang pergantian kepala sekolah
- Uang seragam
- Uang pembangunan pagar dan bangunan fisik lainnya
- Uang pembelian kenang-kenangan
- Uang pembelian alat belajar
- Uang try out
- Uang pramuka
- Uang asuransi
- Uang kalender sekolah
- Uang partisipasi peningkatan mutu pendidikan
- Uang koperasi
- Uang PMI
- Uang dana kelas
- Uang denda melanggar aturan
- Uang UNAS (Ujian Nasional)
- Uang ijazah
- Uang formulir
- Uang jasa kebersihan
- Uang dana sosial
- Uang jasa penyeberangan siswa
- Uang map ijazah
- Uang legalisasi
- Uang administrasi
- Uang panitia
- Uang jasa
- Uang listrik
- Uang gaji guru tidak tetap (GTT)
Langkah-Langkah Mengatasi Pungli di Sekolah
Jika orang tua atau wali murid menemukan adanya pungutan yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku di sekolah masing-masing, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan:
Tanyakan ke Pihak Sekolah
Jika ada pungutan yang mencurigakan, segera tanyakan kepada kepala sekolah atau pihak terkait mengenai dasar hukum dan kebijakan yang melatarbelakangi pungutan tersebut.
Laporkan ke Satgas Saber Pungli dan pihak Terkait
Jika pungutan tersebut memenuhi unsur pungli, jangan ragu untuk melaporkannya kepada Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli), Polda, Polres, Inspektorat setempat, atau langsung ke LPK-RI untuk mendapatkan perlindungan sebagai konsumen jasa pendidikan.
Pungutan liar merupakan salah satu bentuk korupsi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Jika pungli dilakukan oleh pegawai negeri, seperti guru atau kepala sekolah, maka pelakunya dapat dijerat dengan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, yang berbunyi:
“Pegawai negeri/penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun serta pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.”
Bagaimana jika pungli dilakukan oleh pihak non-pegawai negeri? Dalam hal ini, pelaku tetap dapat dijerat hukum berdasarkan Pasal 368 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang menyatakan:
“Siapapun yang mengancam atau memaksa orang lain untuk memberikan sesuatu terancam pidana penjara paling lama sembilan tahun.”
Pungli di sektor pendidikan adalah tindakan ilegal yang merugikan masyarakat, terutama para konsumen pemakai jasa pendidikan, yaitu para murid serta orang tua atau wali murid. Oleh karena itu, penting bagi kita semua untuk memahami jenis-jenis pungli yang sering terjadi dan berani mengambil tindakan jika menemukannya. Dengan pendidikan yang bersih dan bebas pungli, diharapkan kualitas pendidikan di Indonesia dapat meningkat dan lebih berorientasi pada kepentingan siswa tanpa membebani para orang tua dengan pungutan yang tidak perlu.